Apakah suami harus menceraikan istri jika orang tua meminta? Kita bisa pelajari dari kisah Ismail dan istrinya berikut ini dengan bapaknya Ibrahim ‘alaihis salam.
Kemudian Nabi Ismail semakin dewasa, ia pun menikah dengan seorang wanita yang tinggal di sekitar sumur Zamzam. Tidak lama kemudian ibu Ismail, Hajar meninggal dunia.
Di kemudian hari Ibrahim datang setelah Ismail menikah untuk mengetahui kabarnya, namun dia tidak menemukan Ismail. Ibrahim bertanya tentang Ismail kepada istri Ismail. Istrinya menjawab, “Dia sedang pergi mencari nafkah untuk kami.” Lalu Ibrahim bertanya tentang kehidupan dan keadaan mereka. Istri Ismail menjawab,
نَحْنُ بِشَرٍّ ، نَحْنُ فِى ضِيقٍ وَشِدَّةٍ
“Kami mengalami banyak keburukan, hidup kami sempit dan penuh penderitaan yang berat.” Istri Ismail mengadukan kehidupan yang dijalaninya bersama suaminya kepada Ibrahim. Ibrahim berkata,
فَإِذَا جَاءَ زَوْجُكِ فَاقْرَئِى عَلَيْهِ السَّلاَمَ ، وَقُولِى لَهُ يُغَيِّرْ عَتَبَةَ بَابِهِ
“Nanti apabila suami kamu datang sampaikan salam dariku dan katakan kepadanya agar mengubah palang pintu rumahnya.”
Ketika Ismail datang dia merasakan sesuatu lalu dia bertanya kepada istrinya;
هَلْ جَاءَكُمْ مِنْ أَحَدٍ
“Apakah ada orang yang datang kepadamu?”
Istrinya menjawab,
نَعَمْ ، جَاءَنَا شَيْخٌ كَذَا وَكَذَا ، فَسَأَلَنَا عَنْكَ فَأَخْبَرْتُهُ ، وَسَأَلَنِى كَيْفَ عَيْشُنَا فَأَخْبَرْتُهُ أَنَّا فِى جَهْدٍ وَشِدَّةٍ
“Ya. Tadi ada orang tua begini dan begitu keadaannya datang kepada kami dan dia menanyakan kamu lalu aku terangkan dan dia bertanya kepadaku tentang keadaan kehidupan kita maka aku terangkan bahwa aku hidup dalam kepayahan dan penderitaan.”
Ismail bertanya,
فَهَلْ أَوْصَاكِ بِشَىْءٍ
“Apakah orang itu memberi pesan kepadamu tentang sesuatu?”
Istrinya menjawab,
نَعَمْ ، أَمَرَنِى أَنْ أَقْرَأَ عَلَيْكَ السَّلاَمَ ، وَيَقُولُ غَيِّرْ عَتَبَةَ بَابِكَ
“Ya. Dia memerintahkan aku agar aku menyampaikan salam darinya kepadamu dan berpesan agar kamu mengubah palang pintu rumahmu.”
Ismail berkata,
ذَاكِ أَبِى وَقَدْ أَمَرَنِى أَنْ أُفَارِقَكِ الْحَقِى بِأَهْلِكِ
“Dialah ayahku dan sungguh dia telah memerintahkan aku untuk menceraikan kamu, maka kembalilah kamu kepada keluargamu.” Maka Ismail menceraikan istrinya.
Kemudian Ismail menikah lagi dengan seorang wanita lain dari kalangan penduduk yang tinggal di sekitar itu lalu Ibrahim pergi lagi meninggalkan mereka dalam kurun waktu yang dikehendaki Allah. Setelah itu, Ibrahim datang kembali untuk menemui mereka namun dia tidak mendapatkan Ismail hingga akhirnya dia mendatangi istri Ismail lalu bertanya kepadanya tentang Ismail. Istrinya menjawab, “Dia sedang pergi mencari nafkah untuk kami.” Lalu Ibrahim bertanya lagi, “Bagaimana keadaan kalian?”
Dia bertanya kepada istrinya Ismail tentang kehidupan dan keadaan hidup mereka. Istrinya menjawab,
نَحْنُ بِخَيْرٍ وَسَعَةٍ
“Kami selalu dalam keadaan baik-baik saja dan cukup.” Istri Ismail juga memuji Allah.
Ibrahim bertanya,
مَا طَعَامُكُمْ
“Apa makanan kalian?”
Istri Ismail menjawab,
اللَّحْمُ
“Daging.”
Ibrahim bertanya lagi,
فَمَا شَرَابُكُمْ
“Apa minuman kalian?
Istri Ismail menjawab,
الْمَاءُ
“Air.”
Maka Ibrahim berdoa,
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِى اللَّحْمِ وَالْمَاءِ
“Ya Allah, berkahilah mereka dalam daging dan air mereka.”
قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ يَوْمَئِذٍ حَبٌّ ، وَلَوْ كَانَ لَهُمْ دَعَا لَهُمْ فِيهِ » . قَالَ فَهُمَا لاَ يَخْلُو عَلَيْهِمَا أَحَدٌ بِغَيْرِ مَكَّةَ إِلاَّ لَمْ يُوَافِقَاهُ .
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Saat itu belum ada biji-bijian di Makkah dan seandainya ada tentu Ibrahim sudah mendoakannya.” Sabda beliau lagi, “Dan dari doa Ibrahim tentang daging dan air itulah, tidak ada seorang pun selain penduduk Makkah yang mengeluh bila yang mereka dapati hanya daging dan air.”
Ibrahim selanjutnya berkata,
فَإِذَا جَاءَ زَوْجُكِ فَاقْرَئِى عَلَيْهِ السَّلاَمَ ، وَمُرِيهِ يُثْبِتُ عَتَبَةَ بَابِهِ
“Jika nanti suamimu datang, sampaikan salam dariku kepadanya dan perintahkanlah dia agar memperkokoh palang pintu rumahnya.”
Ketika Ismail datang, dia berkata,
هَلْ أَتَاكُمْ مِنْ أَحَدٍ
“Apakah ada orang yang datang kepadamu?” Istrinya menjawab,
نَعَمْ أَتَانَا شَيْخٌ حَسَنُ الْهَيْئَةِ ، وَأَثْنَتْ عَلَيْهِ ، فَسَأَلَنِى عَنْكَ فَأَخْبَرْتُهُ ، فَسَأَلَنِى كَيْفَ عَيْشُنَا فَأَخْبَرْتُهُ أَنَّا بِخَيْرٍ .
“Ya. Tadi ada orang tua dengan penampilan sangat baik datang kepada kita dan istrinya memuji Ibrahim. Dia bertanya kepadaku tentang kamu, maka aku terangkan lalu dia bertanya kepadaku tentang keadaan hidup kita, maka aku jawab bahwa aku dalam keadaan baik.”
Ismail bertanya,
فَأَوْصَاكِ بِشَىْءٍ
“Apakah orang itu memberi pesan kepadamu tentang sesuatu?”
Istrinya menjawab,
نَعَمْ ، هُوَ يَقْرَأُ عَلَيْكَ السَّلاَمَ ، وَيَأْمُرُكَ أَنْ تُثْبِتَ عَتَبَةَ بَابِكَ
“Ya. Dia memerintahkan aku agar aku menyampaikan salam darinya kepadamu dan berpesan agar kamu mempertahankan palang pintu rumahmu.”
Ismail berkata,
ذَاكِ أَبِى، وَأَنْتِ الْعَتَبَةُ ، أَمَرَنِى أَنْ أُمْسِكَكِ
“Dialah ayahku dan palang pintu yang dimaksud adalah kamu. Dia memerintahkanku untuk mempertahankan kamu.” Kemudian Ibrahim meninggalkan mereka sampai waktu yang Allah kehendaki. (HR. Bukhari, no. 3364)
Pelajaran penting dari kisah
Pertama: Boleh menuruti keinginan orang tua untuk menceraikan istri jika memang ada sebab yang benar. Namun menuruti semua keinginan orang tua dalam hal menceraikan tidaklah harus.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ketika ditanya tentang seseorang yang sudah mempunyai istri dan anak kemudian ibunya tidak suka kepada istrinya dan mengisyaratkan agar menceraikannya, Syaikhul Islam berkata, “Tidak boleh dia mentalak istri karena mengikuti perintah ibunya. Menceraikan istri tidak termasuk berbakti kepada ibu.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 33:112)
Ada orang bertanya kepada Imam Ahmad, “Apakah boleh menceraikan istri karena kedua orang tua menyuruh untuk menceraikannya ?” Dikatakan oleh Imam Ahmad, “Jangan kamu talak”. Orang tersebut bertanya lagi, “Tetapi bukankah Umar pernah menyuruh sang anak menceraikan istrinya ?” Kata Imam Ahmad, “Boleh kamu taati orang tua, jika bapakmu sama dengan Umar, karena Umar memutuskan sesuatu tidak dengan hawa nafsu.” (Masail min Fiqh Al-Kitab wa As-Sunnah, hlm. 27)
Dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
كَانَتْ تَحتِى اِمْرَأَةٌ وَكُنْتُ أُحِبُّهَا، وَكَانَ عُمَرُيَكْرَهُهَا،فَقَالَ لِى :طَلِّقْهَا، فَأَبَيْتُ، فَأَتَى عُمَرُ رضى اللَّه عنه النَّبِيِّ صلّى اللّه عليه وسلم، فَدَكَرَذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صلّى اللّه عليه وسلم : طَلِّقْهَا
“Aku mempunyai seorang istri serta mencintainya dan Umar tidak suka kepada istriku. Kata Umar kepadaku, ‘Ceraikanlah istrimu’, lalu aku tidak mau, maka Umar datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakannya, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, ‘Ceraikan istrimu’” (HR. Abu Daud, no. 5138; Tirmidzi, no. 1189; dan Ibnu Majah 2088. Hasan sahih)
Diriwayatkan oleh Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang datang kepadanya berkata,
إِنِّ لِى امْرَأَةً وَإِنِّ أُمِّى تَأْمُرُنِى بِطَلاَقِهَا؟ فَقَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَلهِّ صلّى اللّه عليه وسلم يَقُولُ (الوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ) فَإِنْ شِئْتَ فَاضشعْ ذَلِكَ الْبَابِ أَوِاحْفَظْهُ
“Sesunggguhnya aku mempunyai seorang istri dan ibuku menyuruh untuk menceraikannya. Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Orang tua itu adalah sebaik-baik pintu surga, seandainya kamu mau maka jagalah pintu itu jangan engkau sia-siakan maka engkau jaga.” (HR. Tirmidzi Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan sahih).
Kedua: Tidak semua masalah rumah diberitahu orang luar, sampai pun pada mertua.
Ketiga: Diperintahkan untuk qanaah, dan istri yang jelek adalah yang tidak qanaah.
Istri pertama adalah istri yang tidak bersyukur. Dalam Fath Al-Bari (6:604), istri pertama ini bernama ‘Amarah binti Sa’ad bin Usamah. Pada hadits Abu Jahm disebutkan bahwa istrinya adalah bintu Shada, tanpa menyebut namanya. As-Suhaili menceritakan bahwa namanya adalah Jaddi binti Sa’ad.
Bentuk rasa tidak syukurnya, ia menyatakan bahwa ia dan Ismail dalam keadaan penuh kekurangan. Dalam Fath Al-Bari (6:604) dinyatakan bahwa ia menyebut di rumah tidak ada makanan dan minuman.
Istri kedua sendiri bernama Samah binti Muhalhil bin Sa’ad, ada pula yang menyatakan bahwa nama istri keduanya adalah ‘Atikah. Istri kedua menerima keadaan dengan Ismail apa adanya.
Keempat: Mengganti palang pintu rumah adalah kata kinayah (kiasan) untuk talak.
Kelima: Istri pertama menyifati Nabi Ibrahim dengan sebutan laki-laki tua, tanda merendahkan. Sedangkan istri kedua menyebut Nabi Ibrahim dengan laki-laki tua yang berperawakan dan berwajah bagus, dan berbau wangi. Lihat Fath Al-Bari, 6:604 dan 6:605.
Keenam: Keutamaan air, daging, dan susu.
Ketujuh: Keutamaan suami bekerja dan istri berada di rumah.
Kedelapan: Pekerjaan Ismail—sebagaimana disebutkan dalam Fath Al-Bari (6:404) adalah berburu. Berburu termasuk pekerjaan yang dibolehkan.
Kesembilan: Perintah orang tua selama tidak dalam maksiat tetap ditaati kecuali menimbang maslahat.
Kesepuluh: Boleh menitipkan salam.
Referensi:
- Al-Bidayah wa An-Nihayah. Cetakan Tahun 1436 H. Al-Hafizh ‘Imaduddin Abul Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir Al-Qurasyi Ad-Dimasyqi. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.
- Fath Al-Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari. Cetakan Keempat. Tahun 1432 H. Ibnu Hajar Al-Asqalani. Penerbit Dar Thiybah.
- Qashash Al-Anbiya. Cetakan kelima, Tahun 1433 H. Ibnu Katsir. Penerbit Maktabah Ar-Rusyd.
@ Darush Sholihin, 13 Dzulhijjah 1440 H (14 Agustus 2019)
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com